about me
Say Hi!!
Labels
December 27, 2010
ajarku bersyukur ya Bapa..
Ajarku bersyukur
Ketika aku mengingini milik orang lain
Bapa..
Ajarku bersyukur
Ketika aku iri atas kenikmatan hidup orang lain
Bapa..
Ajarku bersyukur
Ketika aku mengeluh atas kesulitan ku
Bapa..
Ajarku bersyukur
Ketika dunia serasa tak berpihak kepadaku
Bapa..
Ajarku bersyukur
Atas semua nikmat yang Kau berikan
Bapa..
Ajarku bersyukur
Atas kasih sayang yang selalu Kau limpahkan
Bapa..
Ajarku selalu bersyukur
Atas semuanya, entah itu kesulitan ataupun kebahagian
Ajarkan aku selalu bersyukur ya Tuhan
Tentang Natal
Natal bukan hanya berkumpul bersama keluarga besar --> dan taun inipun aku tak bisa bertemu mereka semua
Natal tidak hanya sekedar kado dan pesta meriah -->tahun ini tak sempat melakukan semua itu
Mungkin tanpa pohon natal membuat natal ku nampak janggal
Mungkin tanpa keluarga besar membuat natalku nampak kesepian
Mungkin tanpa kado dan pesta meriah
Membuat natalku kurang bergairah
Tapi tanpa semua itu aku menyadari satu hal yang telah ku lupakan
Natal bukan hanya tentang kebahagian
Tetapi makna natal yg sebenarnya adalah kesedarhanaan
Layaknya bayi Yesus yang lahir di palungan bukan di kasur hotel bintang 5.
Maka natalpun bukan hanya menyambut kelahiran Yesus dengan pesta meriah, tetapi juga dengan kesederhanaan, ketulusan, dan kerendahan hati.
MERRY CHRISTMAS!
December 25, 2010
Nasihat buat sang pecinta
Pilihlah
New hope, New Home, New Family
dan taraaaaaa.......
saya jepret-jepret deh, beberapa tulisan dari mereka, karena banyak banget yang ngisi, saya jepret secara acak deh,,
cekidot!
ini dari Sinyo ketua WP
ini dari Yon2,, teman masa awal KMK, satu kelas pel agama kayak Sinyo
Adek seperjuanganku tersayang DANANG,, yang jago pemrograman
Arek Psiko ini," kurang jantan kamu cent!" ahahaha itu yang tak bilang setiap ketemu dia.
ga tau siapa yang nulis ini tapi thx ya
ini dari Ben FEB, beberapa cewe angktanku 'kayaknya' ngefans dia deh, wakakaka
ini dari si Nietha yang mesti panggil-panggil aku lucu hhehehe
ini dari Bicap, lupa aku dia jurusan apa tapi anaknya bener-bener lucu bunder kayak 'bicap'
November 24, 2010
Insiden Smadav
Sabtu 20 november yang lalu aku ke sekolah lagi buat bantu-bantu kerja majalah. Dan karena kayaknya bakal butuh computer, maka aku bawa si Pico tersayang.
Ruang Komputer
Aku bête banget nggak direken tuh anak-anak waktu aku ngomong di depan, yah mereka sulit diatur, siapapun yang ngomong di depan pasti nggak dianggep, malah asik ngobrol sendiri-sendiri, mo marah-marah kok rasanya nggak baik juga. Ya, udah deh aku gondok langsung duduk di meja nomor dua dari belakang. Nyalai si Pico, dan siap melanjutkan mengerjakan tugas RPL. Dan saat si Smadav sedang otomatis quickscan, bung Chandra di belakang comment.
Chan: ah, cupu. Smadav nya nggak pro! Smadav ku lho tik wes pro
Aku: babahno lho! Sing penting iki dudu bajakan! (baca: biarin lho! Yang penting ini bukan bajakan!)
Chan: menghina! Punyaku ini bukan bajakan yo!
Aku: tapi crack-crack-an la'an, sori aku gag biasa pake sing crack-crack-an . (sok suci hwahahaha, padahal biasanya juga pake crack-crackan)
Chan: nggak ini lho asli!
Ncus: piye tik mo beli yang mana? ß ini pedagang orivlame baru
Aku: oh iyo sampe lupa, sek-sek tak liate dulu ß baru inget kalo tadi lagi liat-liat booklet orivlame
Chan: sini-sini laptopmu.
Dengan pasrahnya aku kasikan laptopku ke Chandra, dan kembali memilih-milih produk orivlame
Chan: tak ganti ke yang pro ya, Smadav mu.
Aku : ah, nggak usah, gitu ae lah!
Chan: wes ta, apik sing pro kok! (baca: sudah ta, bagus yang pro kok!)
Aku: emoh!!!! (baca: nggak mau!!!)
Chan : ya, tik ya…..
Aku: ya, wes lah sak karep mu! ( baca: ya, sudah terserah kamu!)
Dan 5 menit kemudian…….
Chan : tiek, jangan marah yoo……
Aku: lapo? (dalam konteks ini lapo adalah kenapa, hahahaha basa kita emang nggak karuan)
Chan: janji disik ojo ngamuk (baca: janji dulu jangan marah)
Aku: nggak-nggak chan, ngapain aku marah.
Dan…… dan….
.
Chan: smadav mu di black list ß sambil nunjukin layar laptopku
Aku Cuma melongo………
Aku: ojok guyon kon! (baca: jangan bercanda kamu!)
Chan: smadavmu sih, 8.3 jadi lebih ada proteksinya. Harusnya 8.0 aja kayak punya ku.
Aku ß masih syok.
Aku: lak lawas lek 8.0 (baca: produk lama dong, 8.0) ß setelah syok mereda.
Chan: ya, enggak lah! Kan pro jadi lebih bagus, dari 8.3 yang gratisan.
Aku ß masih manyun
Chan: tak uninstall 8.3 mu ya,
Aku: buat apa? Nggak usah, ah! ß sudah tidak percaya
Chan: tak instalno 8.0 yang pro kok!
Aku: sudah, ah nggak usah ß tampang kesel
Chan: dari pada pake yang blacklist lho!
Aku: biarin lho!
Oke, perdebatan berhenti di situ, setelah seseorang mengusir kita dari lab.komp.
Malamnya, di kamar.
Aku perlu nyalain si Pico, lagi-lagi untuk RPL. Dan waktu quickscan Smadav,….
Lho,lho…… Smadavku kok warna item ya????? ß
baru nyadar (=,=)
Langsung deh, aku buka set program access and default à change or remove program. Cepet-cepet deh, cari si Smadav untuk di uninstall dan di install ulang. Tapi…eh… tapi…. Smadav saya tidak ada di sana. Dan aku putuskan untuk meremove secara biasa aja, tapi tetep gag mau diremove! Haiz,, bener-bener sialan!
Dan saya putuskan untuk SMS Chandra:
Aku: chan, Smadav q ga isa d uninstall nih! Tanggung jwb!
Chan: di delet aja..
Aku: nggak isa!!!!! L
Krik….krik…. nggak dibales-bales SMS ku.
Chan: ya, uda. Di banting aja lek gitu laptopmu.
Aku: Emakmu'a!!!!!!!!!!!!!!
Krik….krik…. nggak di bales-bales SMSku.
15 menit kemudian…..
Chan: katanya emakku kamu disuruh beli iPad ae.
Mak jleb……
Aku syok gag isa ngomong apa-apa, langsung tak tinggal tidur.
Mungkin memang salahku, yang terlalu percaya sama Chandra Tri Cahya Mardianto, padahal sudah tau dia dudut.
Harusnya aku bales SMSnya gini kemarin : Hweee,,,, Chand!!! Normalkan Smadavku! Tak lapor'no bojomu lek ga!
Ahahaha, secara pacarnya sahabatku, pasti kena marah dia!
Untung, aku baik hati! :-P
Tapi aku masih berharap Smadavku balik normal! Dan berwarna hijau kembali!L
Someone can help me please!?
November 23, 2010
Tanpa Tujuan Akhir
Aku berjalan tanpa tujuan yang pasti, tanpa mimpi dan harapan. Banyak orang yang berpikir mereka tau kemana tujuan terakhirku, tetapi nyatanya tidak. Mereka selalu berpikir betapa beruntungnya aku saat ini, tanpa memikirkan gimana jatuh bangunnya aku dulu untuk mendapatkan hasil seperti ini dan gimana aku jumpalitan untuk mempertahankan apa yang aku dapatkan sekarang.
Tujuanku memang tak ada, walaupun segala langkahku kuperhitungkan matang-matang. Ku berjalan di tempat yang tak benar-benar aku sukai, ku bertahan di tempat yang orang pikir tak mungkin bagiku, itu semua hanya karena satu alasan karena aku 'butuh'. Butuh untuk bertahan hidup, butuh untuk mempertahankan diriku sendiri. Bukan, bukan bertahan tujuan akhirku. Bertahan itu bukan tujuan, tetapi penopangku saat melangkah.
Mimpi? Aku punya mimpi, tapi sudah tersimpan jauh-jauh di ingatan. Ada orang yang bilang, "kita harus punya mimpi, orang yang nggak punya mimpi itu nggak akan benar-benar hidup!". Dan saya hanya tersenyum mendengar semua itu. Bermimpilah kalau kamu yakin kamu bisa mewujudkannya, Tapi jangan bermimpi kalau kamu hanya diam! Dan nyatanya semua orang hanya bermimpi, tanpa melakukan apapun. Betul tidak? Bukan berarti saya tidak melakukan apapun, untuk mendapatkan mimpi-mimpiku (dulu)! Tapi mewujudkan sesuatu yang hanya mungkin terwujud di dalam mimpi itu percuma. Kita punya kemampuan dan mau bekerja keras, tetapi bila tanpa restu/dukungan, (terkadang) tanpa uang, tanpa dewi fortuna, tanpa kesempatan dan tentunya tanpa kehendak Tuhan semua kerja keras akan sia-sia.
"kamu harusnya berdoa supaya keinginananmu terwujud! Tuhan selalu mendengar dan mengabulkan semua doa umatnya." Kata teman saya. Ya Tuhan memang mendengar semua doa umatnya, tetapi kalau mengabulkan semua doa umatnya mungkin tidak! Aku pernah bertanya kepada temanku ketika itu sedang turun hujan deras, "kamu tadi meminta pada Tuhan supaya hujannya berhenti, tapi nyatanya hujannya makin deras!". Tapi dia tetap yakin hujannya akan segera berhenti, dan nyatanya hingga malam hujannya hingga malam tak berhenti bahkan makin deras. Halooo Tuhan itu buka doraemon yang punya kantong ajaib, dan kamu bukan nobita yang harus diturutin permintaannya. Tuhan itu tidak pernah berkewajiban mengabulkan segala permintaanmu! Tuhan tak selalu mengabulkan doamu tapi Tuhan selalu menjawab keinginanmu. Jadi Tuhan tak berkewajiban mewujudkan mimpi-mimpimu, tapi yakin deh dia selalu menunjukkan jalan yang lebih baik, yang mungkin baru kamu sadari setelah melewati jalan itu.
Ya, aku selalu mengalami yang seperti itu hampir berulang-ulang. Aku adalah orang yang minim dukungan dan kemampuan, tak pernah berlimpah materi (namun cukup), tak seberuntung kakak ku, dan kadang Tuhan punya renca lain buat aku, dari pada sekedar mewujudkan mimpi-mimpiku. Gagal di tes masuk SMP negeri, dan aku ulangi lagi saat tes masuk SMA, ikut les nari nggak bakat, ikut les bass mandeg di tengah jalan. Hem, itu masih terus dibahas semua orang sampai sekarang. Aku lakukan semuanya hanya untuk mimpi, dan aku dipermalukan juga oleh 'mimpi'. Masih keinget jelas kata-kata dari mulut mereka yang nggak enak, "anak saya nggak les, nggak belajar, main PS terus, bisa masuk SMA $!@ . " kata tante tetangga yang nyindir mamaku gara-gara aku yang hampir tiap hari les nggak bisa masuk negeri. Atau yang lain, "si B itu jago banget main bass padahal dia nggak les di purw*c*r*k*, kamu yang les harusnya lebih jago dong!" plis deh, talk to my hand! grrrrr…..
Tapi paling nggak dibalik kalimat-kalimat miring yang menohok hati itu aku tak berhenti berjalan, sekalipun harus berjalan diatas kegagalanku. Hahahaha lucu, Tuhan selalu memberiku jalan yang lain, yang nggak sama kayak yang aku harapkan. Ketika aku nggak ngarep masuk PTN, malah jebol PTN. Waktu itu padahal sudah berharap masuk swasta aja, kan banyak temennya kalau masuk univ swasta. Secara teman-teman SMA banyak yang daftar swasta dari pada negeri. Eh, kok Tuhan malah ngelempar saya ke UNAIR. Tidak sesuai dengan mimpi dan harapanku lagi bukan? Dan sebenarnya ini bukan jurusan yang saya mau, tapi bukan yang orang tua saya mau juga, dan ini juga bukan pilihan kedua. Sistem Informsi adalah pilihan pertama saya, tentunya dengan pertimbangan yang mateng.
- S1 Sistem Informasi UNAIR masih baru saat itu, katanya kalau angkatan yang awal-awal gitu bisa cepet lulusnya, katanya sih buat akreditasi
- Banyaknya yang bilang, masuk jurusan yang ada teknologinya itu gampang cari kerjaan
- Cuma dapet ijin kuliah di Surabaya, secara di kota lain ongkos hidupnya lebih gede
- Nggak mungkin daftar ITS dengan kemampuan ku yang cupu (tapi bukan berarti UNAIR cupu lhoo!)
- Males belajar mata pelajaran IPS untuk masuk Psikologi atau akuntansi, lagian saingannya makin banyak cui! Iya kalo belajar, pasti keterima, kalo nggak gimana? (menurut pengalaman pribadi yang gagal meskipun sudah belajar 24 jam sehari)
- Nggak suka biologi dan kimia, jurusan IPA apa lagi di UNAIR yang nggak pake biologi dan kimia selain sistem informasi? Hayooo…. Hayooo..
Ahahaha, bener-bener nggak punya tujuan akhir kalau kayak gini. Setelah lulus mau kemana, juga belum tahu. Yah, maunya sih dapat kerjaan yang sesuai tulisan di ijazah. Dan maunya sih kuliahnya cepet lulus. Amiiiiiinnnn!!
Tapi sesungguhnya aku nggak bener-bener perduli juga sih dengan tujuan akhir, cukup berhenti di rumah-rumah singgah aja, menikmati kehidupan yang seperti ini, dan melangkah lagi ke tempat yang lain ketika mulai jenuh, kecewa, atau mungkin sudah terlalu bahagia. Terus berjalan, tanpa menemui ujung, agar terus maju, dan menyesuaikan diri mengikuti bumi yang terus berputar. :D
Posting pertama di kamar kosan tersayang
Semoga betah ngekos di sini :P
November 14, 2010
untitled
hum, sumpah ngiri liat para 'ababil'-abg labil- itu berlenggang dengan seragam ijo kotak-kotak, pada hal dulu malu banget kalau jalan-jalan di mall pake seragam itu, karena suka diledekin anak SMA lain, "taplak meja kok di pake seragam sih mbak?!". sumpah kesel banget kalau sudah diolok kayak gitu. tapi eh sekarang pingin banget berlenggang dengan seragam itu.
with my LoL grandson |
ijo kotak-kotak tersayang |
apaan sih post kali ini????
sebenarnya ini kesekolah buat bantuin xpose, tapi aku malah nggak bantu apa-apa. cuma jadi suporter buat kak Marcell yang sabar banget ngurusin adek-adek keci. sedangkan aku, chandra, ma ncus adalah suporter setia kak Marcel.
dgn guru2 wisuda ehyaehya |
sudah ah, segini dulu postingan ku, dari pada aku malah nggak jelas bahas xpose. may be next time, aku bahas xpose sampai tuntastastas
XII IPA2 |
November 11, 2010
TERKADANG KITA HARUS MENANGIS DALAM HIDUP INI
Tentang Sahabatmu yang Tidak Kamu Ketahui (Alasan Kecil Saya )
Sahabat tidaklah seseorangg yang menopangmu setiap kau jatuh
Sahabat tidak harus jadi teman seiya sekata
Sahabat tidaklah harus menangis saat kau menangis dan tertawa saat Kau tertawa
Sahabat bukanlah seseorang yang bisa selalu mnemanimu stiap detik
Sahabat tidak harus memahami sgala keinginanmu
Sahabat tidak harus tidak mencintai seseorang yang kau cintai
Sahabat tidaklah harus mengalah oleh dirimu
Semua itu terjadi karena...
Sahabatmu adalah manusia biasa, sama seperti dirimu
Ada saatnya dirinya ingin kau juga mendengarkannya
Ada kalanya dia lebih perlu ditopang dari pada dirimu
Ada kalanya dia ingin memiliki pendapatnya sendiri
Ada saatnya dia bahagia dan sedih dan tidaklah haruz sama dengan dirimu. Tapi taukah engkau, bahwa dia akan berbahagia untuk kebahagianmu dan mendoakan segala permasalahanmu
Adakalnya dia haruz menjalani kehidupannya tanpa dirimu
Adakalanya dia memiliki pemahaman yg unik yg tdk perna kau bayangqan
Adakalanya dia tidak tau kapan dan di mana hatinya akan berlabuh
Adakalanya kau yg seharusnya mengalah untuk dirinya
Dan tau kah kau?
apapun yg terjadi dan apapun yg dia alami dan rasakan, dia akan tetap menyayangimu dan selalu menerimamu
Jadi, sayangilah sahabatmu dan terimalah dia, seperti dia menerima mu apa adanya..
==Dan aq aqan tetap menyayangi sahabat2 Qw,, sekalipun mreka udah gag bisa slalu ada di sisi Qw sekarang dan aq sangat mendukung mimpi, cinta dan cita mereka selamanya==
luv u N' Miss u sisT^^
untitled
Janganlah aku bermohon untuk dihindarkan dari kepedihan tetapi agar mampu menaklukkannya.
Janganlah aku mencari teman senasib dalam pergumulan hidup ini tetapi agar mampu berjuang dengan daya upayaku sendiri.
Janganlah aku meminta agar diselamatkan dari keterasingan tetapi agar dengan sabar melangkah menuju ke kebebasanku.
Janjikanlah padaku agar aku tidak menjadi seorang pengecut: Tidak hanya sanggup merasakan keagunganMu dalam keberhasilanku tetapi juga dapat merasakan genggamanMu di dalam kegagalanku.
Rabindranath Tagore
(penyair India, 1861-1941)
Gitanjali bab ke 79
October 27, 2010
Just write!
Menyekat
Kata
Tak nyata
Rindu
Tlah lalu
Aku
Melangkah maju
Mengubur
Segala tentangmu
Cinta
Tak lagi cinta
Segalanya terasa
Layaknya obsesi semata
Masih kah ada aku?
Atau aku hanya ingatan masa lalu?
Kau
Dan aku
Tak pernah segaris
Apalagi senasib
Kisah kita berputar
Layaknya drama
Bukan drama romatis
Tetapi drama tragis
Kau kaku
Aku membeku
Kau jengah
Aku lelah
Kau berbicara mesra dengan yg lain
Aku tak ambil pusing
Aku bercanda dengan temanmu
Kau tak menganggapku
Kau hilang
Aku diam
Kau meninggalkanku
Aku tak mau tau
Kau memandangku
Aku pergi dari hadapanmu
Kucing-kucingan
Tanpa pengertian
Keras kepala
Tak mau mengalah
Gengsi
Dijunjung tinggi
Perasaan
Dipendam dalam-dalam
Tak sempat dikatakan
Tak mampu diucapkan
hingga sang waktu
Tak mau menunggu
Dan kini
Semua tinggal memori
Aku
Akan melanjutkan hidupku
Dan kau di situ
menikmati hidup mu yg baru
Aku tanpa mu
Dan kau tanpa ku
Ini jauh Lebih baik
Dari apapun di dunia ini
October 26, 2010
antara aku, desista dan cito
October 11, 2010
xpose ku sayang, xpose ku malang
sedih? tentunya! gagal? ya, saya merasa sangat gagal! gagal memilih penerus yang sepemikiran, gagal menerbitkan majalah yg baik, gagal meninggalkan sesuatu yg bermanfaat untuk diteruskan. kegagalan ini adalah kegagalan bersama! tidak perduli siapa yang benar-benar menghancurkan.
xposecrew as xposer as xproject adalah keluarga kecil bagi saya, dari keluarga kecil itu aku dapatkan kepercayaan diri yang lebih, pelajaran-pelajaran yang lebih, teman-teman yang aneh (bahkan hampir cabul wkwkwk), cara berkomunikasi yang baik dan more.. more.. and more..
keinget gimana kerjakeras kita dulu, mulai pagi sampe malem, mondok di labkomp kalo waktu deadline, bergeje-geje ria waktu rapat, bertengkar bareng tentunyan dan stres bersama saat majalah molor dipercetakan. Yah, aku kangen jadi bagian keluarga kecil itu, dan aku amat sedih melihat keluarga kecil kami mulai hancur.
dan ketika jumat lalu tetua menghubungi saya, dan meminta smua mantan xposer untuk membangun kembali keluarga kecil kami, dan mengajak adik2 kami bergabung di keluarga kecil kami yang bahagia ini, dan tentunya jawaban saya adalah mendukung penuh tetua saya.
saya harap keluarga kecil kami hidup lagi, dan menerbitkan majalah xpose yang lebih berkualitas.
*entah mengapa, sekalipun pahit bekerja untuk majalah ini, sekalipun sampai jotos-jotosan, dan sekalipun harus mengorbankan banyak waktu, saya tak perna sekalipun ingin meninggalkan majalah ini*
October 6, 2010
masih tetap hanya 24 jam di 6 oktober
dan maksimal hanya 20 jam aq benar-benar beraktivitas
taun ini bukanlah tahun yg terbaik
tapi lebih baik dibanding taun lalu
I don't know..
ada yg kurang di sini..
bukan tentang kurangnya ucapan, karna jelas begitu banyak ucapan yg datang melalui via apapun, begitu banyak kasih sayang dan perhatian yg saya rasakan..
anyway makasi buat hard rock fm SBO yg suda ngerjain saya di pagi hari *walaupun ga mempan tuh XP* hadiah? aq yakin bukan! karna aku bukan anak 10tahun yang mementingkan kado..
lalu apa yang kurang di sini?
Aku benar-benar tak ingin melalui hari ini
aku bahkan tak ingin 6 oktober datang (lagi)
HIDUP
benar-benar HIDUP
bernafas untuk HIDUP
menjalani HIDUP
menentukan keHIDUPan ku
bertahan HIDUP
Hanya ingin HIDUP
HIDUPku!
biarkan aku HIDUP untuk menjalani keHIDUPANku
bukan HIDUP menurutmu
bukan HIDUP untuk mengalah darimu
bukan HIDUP sebagai bayanganmu
karna aku bukan HIDUPmu
maka biarkan aku BENAR-BENAR merasa HIDUP!
October 3, 2010
sahabat karibku
rasa itu pasti menyelip lagi..
rasa perih yang takkan terlupakan..
yang slalu hadir dalam ksendirianku
aq brusa membuangnya
tetapi rasa itu akan hadir mengisi sepinya malam
rasa sakit itu kini telah menjadi sahabat karibku
sahabat karibku di tiap-tiap malam sunyi
September 30, 2010
cinta yang lalu
ini adalah sekedar cerita rekayasa yang tidak nyata. bila ada kesamaan nama atau karakter tokoh, tempat kejadian, ataupunkesamaan cerita itu merupakan ketidaksengajaan dan bukan tanggung jawab "P-E-N-U-L-I-S"!!! dan diminta ide penamaan untuk cerita ini. sekian dan terima kasih! kita mulai saja.....
Setelah lima tahun lebih aku meninggalkan SMA ku tercinta, kini aku kembali ke tempat ini untuk reuni dengan kawan-kawan tercinta. Banyak yang telah berubah, dinding-dindingnya telah berganti warna dan muncul beberapa ruangan baru. Meskipun banyak perubahan, tidak sedikitpun merubah kenangan-kenangan yang telah ku alami di sekolah ini, dan salah satu kenangan yang masih melekat erat di dalam hidup ku adalah kenangan ku akan dirinya, dia seorang yang sangat menyebalkan dan menarik.
22 Juli 2002
Tepat seminggu aku menjadi siswi SMA dan mulai banyak tugas menumpuk untuk dikerjakan. Kawan-kawan baruku terkadang sedikit mengesalkan, tapi terkadang mereka juga sangat menyenangkan. Hari ini makin buruk bagiku saat ada pembagian kelompok ekonomi. Kenapa? Karena aku sama sekali belum mendapatkan kelompok. Rasanya aku benar-benar ingin menangis.
Untung saja sebelum aku menangis seorang cowok berbaik hati berkata, “Mili, sini! Gabung kelompokku aja!”
Dan hari itu pertamakalinya aku mengenal dia. Tanpa tahu satu kelompok dengan dia adalah keputusan yang sangat tidak tepat.
31 Agustus 2002
“aduh, Erik!!! jangan usil donk!!” kataku geram seraya mengejarnya. Sungguh menyesal di awal tahun ajaran aku pernah satu kelompok dengan dirinya, hingga pada akhirnya para guru sering memasukkan kami menjadi satu kelompok.
Aku sangat kesal padanya, hobinya mengusili dan menggangguku, tak ada hari dalam hidupnya tanpa membuatku marah.
“Erik!!!” kataku seraya mencubitnya. Dan Erik hanya nyengir kesakitan.
“dasar cubitan monster!” katanya seraya ngacir.
“tumben pagi ini, keadaan aman dan nyaman. Tumben si Erik nggak ngusilin kamu, mil?” Tanya Lena sahabatku.
“ kalau aku sih malah seneng, hidupku jadi aman, nyaman, dan terkendali.” Kataku sedikit berbohong.
“tapi kalian kenapa sih? Nggak biasanya gitu loh!” kata Lena penasaran.
“dia ngambek sama aku gara-gara aku jodohin dia sama Gita! Padahal yang lain juga jodohin dia sama Gita!” kataku dengan nada kesal.
“si Gita yang naksir berat sama Erik itu?” Tanya Lena. Aku hanya mengangguk tak perduli.
“oh, ini toh anggota majalah dinding yang baru.” Kata musuh bebuyutanku.
Aku tetap menempel artikel-artikel di papan madding tanpa memerdulikan si Erik burik yang sedang nyerocos kayak bebek.
“apaan nih? Tips merawat rambut hingga indah berkilau.” Katanya sambil menunjuk salah satu artikel yang sudah tertempel dengan manis di papan madding. Tapi aku hanya memandangnya dengan sinis, kemudian melanjutkan pekerjaan ku.
“emang ada yang mau membaca artikel garing kayak gini?” tanyanya tanpa rasa berdosa.
“eh, jangan menghina gitu dong! Itukan artikel buatan Milli!” kata Livia nggak terima.
Sejenak Erik diam, entah apa yang terlintas di pikirannya, entah dia merasa bersalah atau merasa bahagia karena mengejek artikel yang tepat.
“aku..” hanya itu yang terucap di bibirnya.
“kenapa? Merasa bersalah sekarang?” Tanyaku menantang.
“aku hanya mengatakan yang sejujurnya kok! Artikel mu ini nggak berkualitas!” kata Erik nggak mau kalah.
“bisa nggak sih kamu menghargai karya orang sedikit aja?” tanyaku kesal.
Lagi-lagi Erik terdiam sejenak, jujur aku tak mengerti apa yang ada di pikiran cowok yang rambutnya selalu acak-acakan ini.
“jangan tersinggung gitu dong! Aku kan Cuma bercanda!” katanya sambil nyengir sambil mengelapkan keringatnya ke tanganku, ya maklumlah dia habis bermain bola jadi wajar tubuhnya berkeringat.
“aih, Erik Jorog! Dasar makhluk berkeringat!” geramku. Tapi Erik cuek dan pergi begitu saja.
16 Juli 2003
Ku pandangi daftar nama pembagian kelas dengan wajah sedikit kecewa, nama yang aku cari ternyata beda aliran denganku.
”anaknya masuk sosial yah?” tanya si Lena, aku hanya mengangguk pelan.
”ada yang mulai naksir sama musuh bebuyutannya nih!” kata Lena usil.
”uh, apaan sih?” tanyaku kesal.
”ini fakta kan?! Harus kamu akui kalau kamu jatuh cinta dengan E-R-I-K!!” kata Junot menegaskan.
”Mili! Lihat nih, ada yang cari kamu dari tadi!” panggil Livia sambil mengerang kesakitan, karena rambutnya ditarik-tarik oleh Erik.
Tiba-tiba Erik langsung menghampiriku dan menarik dasiku hingga kami menjauh dari kerumunan.
”Erik!! Sakit!! Kamu mau membunuh aku ya?!” kataku dan dengan segera dia melepaskan dasiku.
“maaf... maaf....” katanya.
“ada apa kamu cari aku?” tanyaku sedikit kesal, tetapi si Erik diam dan nampak sedikit bingung.
“hayo!! Jangan-jangan kamu kangen aku ya?!” tanyaku menggoda.
“sudah masuk tuh.” Kata Erik dan langsung ngacir ketika dia mendengar bunyi bel.
“aku tau kok, kalau aku ngangenin!!” teriak ku.
Baru kali ini aku melihat Erik sangat kebingungan menjawab pertanyaanku, dan harus ku akui baru kali ini aku dengan PD-nya menanyakan hal yang memalukan. Tapi yang ku tahu pasti kini wajah kami sama-sama memerah. Sedikit!
16 November 2003
Hari-hari yang sangat menyulitkan bagiku. Ketika Ujian semester gasal telah di mulai dan tibanya pergantian kepengurusan mading. Ini benar-benar menyulitkan diriku, tak ku kira pelajaran kelas XI makin sulit dan tanggung jawab menjadi salah satu pengurus mading menggantikan kakak-kakak seniorku yang juga ternyata berat.
Aku keluar ruang ujian dengan pucat setelah 120 menit aku bergelut dengan soal-soal fisika yang super sinting itu.
”hai, gimana ujiannya? Pasti asik berat tuh fisika!” kata Erik dengan wajah tak berdosa.
”bukan urusanmu! Jangan ganggung aku dulu deh!” kataku kethus.
“heah, kamu kenapa sih??” Tanya Erik sedikit kesal. Tapi aku hanya diam berusaha mengontrol emosiku yang sedang menggila ini.
”kok diam aja sih?!” tanyanya lagi.
”bisa diam nggak sih kamu? Berisik banget sih jadi orang? Ngganggu banget tahu!!” kataku dengan kesal.
”hwe,, ada apa nih?” tanya Edo yang kini ikut nimbrung di belakangnya juga nampak si Junot.
”nggak tahu tuh!” kata Erik seraya pergi.
”jadi marah tuh! Kamu sih kalau setres ngajak-ajak orang lain!” kata Junot sambil mengacak-acak rambutku. Dan kata-katanya itu seketika membuatku ingin tertawa.
”enak aja bilang aku setres!” kataku sambil tersenyum manja.
”ih, dia memang setres, not! Lihat aja dia sekarang senyum-senyum sendiri! Wah, mulai nih manjanya!” kata Edo.
”biarin! Kaliankan sudah kayak saudara sendiri, jadi nggak apa-apa donk kalau aku manja sedikit! Lagian akhir-akhir ini aku hampir jadi gila!” kataku membela diri.
”Andri!!” sapaku kepada seorang cowok yang ku kenal sebagai partnerku di mading.
”aku kesana dulu yah!” kataku pada Edo dan Junot, sambil menunjuk tempat Andri berdiri.
Tapi entah mengapa, hari ini aku merasa ada sepasang mata yang sedang mengawasi gerak-gerik ku.
’Desember yang dingin’ hanya itu yang terlintas di benakku sekarang.
”apaan sih?” tanyaku pada Lena, Junot dan Edo yang kini menatapku kayak orang bego.
”kita bertiga Cuma turut berduka cita aja kok!” kata Junot dengan wajah sok prihatin
”kenapa sih dengan kalian, say?” tanya Lena.
”Pertanyaan kalian tuh seolah-olah aku sama si Erik sudah jadian, Padahal PDKT aja kagak! Lagian, aku malah senang kok sekarang! Paling nggak sudah nggak ada yang ngganggu aku lagi!” kataku.
”yah, karena terlalu senang, kamu jadi senang ngelamun gila!” kata Edo sambil melotot dan dengan sigap aku melemparnya dengan buku.
”sudah sebulan loh kalian diam-diaman, nggak saling tegur , sok nggak kenal. Kenapa sih? Ada apa? ” tanya Junot yang kini tampak mulai serius.
”iya, padahal dulu kalian berisik banget!” kata Lena yang nampak khawatir.
”manyun, kamu harus mengakui kalau kamu suka sama Erik! Percuma deh, kalau kamu menolak perasaan kamu itu. Karena semakin kamu menolak perasaan itu, semakin bermekaran bunga-bunga cinta itu! Dan itu akan makin melukai kamu!” kata Junot dengan bijak. Dan harus ku akui apa yang Junot katakan itu 100% benar. Mungkinkah aku telah menolak perasaan ini?!
”heh, kok diam aja sih nih anak?!” kata Edo dengan penasaran. Dan dengan sigap Lena melempar buku ke arah mantan kekasihnya itu.
“ok! Aku memang suka sama dia! Kalian puas sekarang? ” kataku dengan mantap.
”Tapi semua ini sudah terlambat! Percuma! Aku sama dia sudah kayak orang nggak saling kenal! Aku juga nggak tahu kenapa, tapi setelah ujian semester kemarin, dia sudah menghindar! Aku sudah berusaha dengan ngobrol sama Gilbert saat mereka ngobrol, tapi dia tetap nggak mau ngomong sama aku! Jadi aku harus gimana lagi dong?” kataku.
“mungkin dia masih tersinggung waktu kamu bentak dia tempo hari.” kata Edo.
”tapi waktu itu aku lagi tertekan sama nilai ujian dan mading! Aku benar-benar nggak ada maksud!” kataku.
“yah, namanya juga tersinggung. Dan apapun alasannya kamu tetap yang salah!” kata Lena dengan tegas.
”terus aku harus gimana?” tanyaku mencari pencerahan
”minta maaf!!” kata mereka dengan kompak.
”ogah!! Ini bukan sepenuhnya salahku! Salah dia sendiri dong, jadi cowok kok sensitif banget?!” kataku dan bergegas pergi. Lama-lama Mereka bisa bikin aku sinting!
Aku tetap tak pernah bergaduh ria dengan Erik Suprapto hingga tahun ajaran ini akan berakhir. Tapi bukan berarti kami sudah tidak pernah bicara lagi, terkadang bila memang diharuskan alias terpaksa, kami akan saling berbicara bahkan kami pernah mengobrol. Dan kondisi yang seperti ini malah menggoreskan luka di hati ku yang kecil ini.
“Mil, lama banget sih? Toiletnya antri nih!” panggil Lena dan cepat-cepat aku keluar.
“berisik banget nih anak! Eh, tau nggak, aku kadang-kadang masih ngerasa ada orang yang suka ngelihatin aku.” kataku sambil mencuci tanganku di wastafel.
“kamu aja tuh yang ke-Gr-an, bosen deh!” kata Lena asal-asalan
“eh, Mili!” sapa cewek jangkung bak model yang aku kenal sebagai Louise, Louise ini adalah teman baikku semasa SMP.
“elu masih suka Erik?” tanya Louise yang langsung berhasil membuat si Lena mangap.
“kok dia tahu?” tanya Lena dengan separo mangap.
“biasa game truth or dear gitu!” jawab Louise sambil berkaca.
“nggak! Aku sudah nggak suka!” kataku singkat.
”bagus, deh! Karena sebenarnya gue ragu mau cerita ini ke elu..” kata Louise yang kini sedang merapikan rambutnya.
”nggak usah bertele-tele, bisa nggak?” tanya Lena yang kurang nyaman dengan tingkah laku Louise.
”Si Erik habis nembak Era!” kata Louise sambil melotot ke Lena lalu memandang ku dengan wajah sok iba.
”tapi lu tenang aja, Era nolak Erik kok!” lanjutnya.
”kenapa?” tanyaku nggak paham dengan semua kata yang barusan keluar dari mulut Louise.
”ya, mana level si Erik kalau dibandingin sama mantan pacarnya Era!” kata Louise seraya pergi.
“kamu nggak apa-apakan?” tanya Lena penuh perhatian padaku.
”nggak tahu lah.” jawabku pelan.
”yah, paling nggak kamu bisa lega, atas penolakan Era.” Katanya sambil menepuk pundakku.
“itu yang malah bikin aku sakit, kok si Era tega nolak si Erik!” kataku nggak terima.
”udah sinting nih anak!” kata si Lena sambil menyiramku dengan air dari wastafel.
Yah, mungkin saya sudah gila! Aku sudah nggak mau harapin si Erik lagi. Karena aku akan bahagia kalau dia bahagia.
4 Januari 2005
Malang benar nasibku pagi ini! gara-gara si “molor” motor kesayanganku rusak, aku harus jalan kaki ke sekolah. Alhasil saya yang rumahnya di ujung dunia ini (lebay Mode ON) terlambat, dan mendapat hadiah 10 kali lari keliling lapangan sekolah oleh pak Dudung guru ketertiban paling killer of the year.
”ingat! Kalau besok kalian masih terlambat, hukumannya akan saya kali lipatkan!” kata pak Dudung dengan garangnya.
”eh, kalau besok aku terlambat lagi berarti lari berapa kali?”tanya Edo ke padaku dan Junot.
“seribu!” jawabku dan Junot asal-asalan.
“heran deh, pertanyaannya tuh nggak pernah berbobot.” Bisik Junot kepadaku, sedangkan aku hanya nyengir.
“hei, apa-apaan kalian berdua? Bercanda aja!” kata pak Dudung sambil menunjuk aku dan Junot.
”maaf pak!” kata Junot asal-asalan.
”maaf ? selalu hanya bilang maaf! Berapa kali kamu terlambat?” tanya Pak Dudung geram. Aku yang ngeri melihat wajah pak Dudung, memutuskan untuk berlari lebih cepat agar cepat selesai.
”berapa kali ya pak?” tanya Junot cuek.
Sahabatku yang satu ini emang ’nyentrik’. Selalu bermasalah dengan yang namanya tata tertib dan langganan masuk ruang BK, tapi untungnya dia termasuk salah satu siswa berprestasi, nggak hanya dibidang akademik tetapi juga di bidang non akademik.
”kalau kamu besok terlambat lagi, saya nggak akan segan-segan memanggil orang tua kamu ke sekolah!”
”tapi orang tua saya sudah bosan tuh pak datang ke sekolah ini.” jawab Junot makin ngelantur dan tentu saja kata-katanya membuat semuanya tertawa, termasuk aku.
”kamu itu ya! Untung saja kamu ini peringkat lima besar di sekolah dan tim inti basket di sekolah ini, kalau tidak sudah sejak lama saya keluarkan kamu dari sekolah ini!” kata pak Dudung bersungut-sungut dan tanduknyapun sudah keluar.
Tapi tawaku pun terhenti dan langkah kakiku pun ikut berhenti, ketika ku lihat Era turun dari boncengan si Erik.
”heh, kamu kok berhenti?” tanya pak Dudung pada ku.
Aku yang masih terfokus kepada dua makhluk itu hanya menunjuk mereka berdua, dan dengan sigap pak Dudung menghampiri Era dan Erik.
”hwalah, sampai mangap gitu ngelihatinnya!” goda Junot yang akhirnya berhasil mengembalikanku ke alam nyata.
”mereka jadian yah? Apa akhirnya Era mau sama tuh cungkring?” tanya Edo ikut nimbrung.
”mana ku tahu!” jawabku kesal.
”ihi, ada yang cemburu nih!” goda Junot.
”bukan cemburu aja, tapi juga patah hati!” kata Edo ikut menggoda.
”apaan sih? Siapa yang cemburu apalagi patah hati?!” kata ku seraya memberi cubitan maut andalan ku.
”hei, apa yang kalian lakukan?! Bercanda terus kerjaan kalian dari tadi! Ingat , kamu ini sudah kelas XII! Mili hukumanmu saya tambah 5 kali lagi!” kata pak Dudung yang kini sedang sibuk memarahi si Era dan Erik
”kok Cuma saya pak yang di tambah hukumannya?!” kataku protes.
”kau itu sudah gila ya? Mereka itu sudah saya hukum lari 100 kali, bisa modar mereka kalau saya tambah hukuman mereka!” kata Pak Dudung makin emosi.
“oh, yes!” kataku sambil mengejek mereka.
Dan ku rasakan lagi dengan pasti, dua bola mata yang lagi-lagi menatapku dengan tajam dari kejauhan. Dan ku balas tatapan itu dengan senyuman penuh rasa puas, menandakan semua ini seri 1-1.
************************
15 Februari 2005
”bisanya Cuma ngelihat dari jauh doang! Sampai melotot gitu!” kata Junot yang seketika membuyarkanku dari pandanganku pada sesosok cowok cungkring.
Yah, kelas kami memang bersebrangan dan dia suka berdiri di depan balkon, seperti apa yang sedang aku lakukan sekarang.
”aku berharap dia datang ke pesta Valentine Day semalam. Tapi ternyata itu harapan yang sia-sia. Hmm, dia kan sudah punya pacar sekarang, jadi wajar kalau dia nggak datang.” kataku seraya menghela nafas panjang.
”jangan pernah bertanya, ’kenapa cinta mu berlabuh ke orang yang tidak tepat?’ jangan menghela nafas seperti itu!” kata Junot lagi.
”aku nggak tahu harus gimana lagi, not!” kata ku dan Junot hanya membelai rambutku.
”dia ngelihatin kita!” kata Junot. dan aku memang sedang tak ingin memperdulikan mata yang selalu memperhatikan ku itu.
”sampai kapan kamu mau menyimpan perasaanmu itu? Bilang dong! Kita ini sudah lulus! Minggu depan kita wisuda!” kata Edo..
”nggak deh!” kata ku pelan.
”lho, kenapa?” tanya Edo penasaran.
“iya kalau dia juga suka sama aku! Kalau nggak gimana? Lagian dia juga sudah punya pacar!” kataku pesimis.
”itu katanya Louise kan!” kata Lena.
”aku, lihat dengan mata kepalaku sendiri, di hand phonenya Erik ada foto pacarnya.” kataku.
”yakin itu foto pacarnya? Lagian itu sudah lama, sudah bulan Desember yang lalu. Kita nggak pernah bilang kamu buat ‘nembak’ si cungkring. kita Cuma minta kamu mengungkapkan perasaanmu itu. Yah kalau dia nggak suka ya cuek aja, pokoknya kamu bisa puas. Tapi itu terserah kamu!” Kata Junot dengan santai
“di tolak itu menyakitkan. Tapi lebih menyakitkan memendam perasaanmu sampai mati!” kata Edo.
”sumpah baru kali ini aku bangga jadi mantan pacarmu!” kata Lena sok terkagum-kagum dan Junot kini telah tertawa ngakak mendengar ucapan sinting Lena, sedangkan Edo telah berhasil manyun dengan selamat.
“ok, aku akan ikuti saran kalian! Di acara wisuda besok!” kataku mantap.
“Yang pasti ketika cintamu tak berbalas kuatkan hatimu untuk melepaskannya, dan jika cintamu itu berbalas kuatkanlah hatimu untuk menjaganya dan memupuknya.” Kata Lena.
Untuk terakhir kalinya aku berdiri di sini, di SMA ku tercinta. Ku perhatikan teman-temanku yang perempuan berias dengan cantiknya, dan tubuh mereka di balut dengan kebaya yang khas banget dengan Indonesia. Sedangkan temanku yang pria, menggunakan jas yang tidak hanya membuat mereka nampak gagah tetapi juga keren.
Tapi mataku tetap mencari seseorang yang tak kunjung datang. Padahal acara sudah berlangsung satu jam dan baru beberapa menit yang lalu ijazah di berikan ke pelukan kami, tapi aku tetap tak melihatnya.
”jangan bingung kayak gitu dong! Siapa tahu dia terlambat.” kata Edo berusaha menenangkanku.
”Kalau kamu nenangin aku dengan kalimat itu sejam yang lalu aku terima. Tapi kalau sekarang, rasanya nggak deh.” kataku sebal.
”sabar....” kata Lena.
”biar aku tanya Gilbert yah!” kata Junot seraya menghampiri Gilbert, diikuti oleh aku, Lena, dan Edo.
”bert, kok dari tadi aku nggak lihat Erik yah?” tanya Junot.
”Erik? Dia kan lagi di Semarang.” kata Gilbert.
”ngapain di Semarang? Liburan? Kapan pulang?” tanya Lena.
”liburan!? Ya, enggak lah! Dia sekolah di sana, dia kan di terima jalur prestasi di universitas negeri favorit di sana!” kata Gilbert.
”kamu nggak tahu, mil?” tanya Gilbert sambil menatapku kebingungan.
”enggak! Aku nggak tahu!” jawabku dengan bingung.
”masak? Padahal dia bilang mau cerita ke kamu, yah secara dia diterima di jurusan komunikasi. Kan gara-gara kamu dia tertarik di dunia jurnalistik dan ingin lebih mendalaminya di jurusan komunikasi.” kata Gilbert.
”oh, gitu ya.” kataku seraya pergi meninggalkan mereka semua.
Aku duduk sendiri, di depan kantin yang kini sepi. Dan Lena tiba-tiba datang duduk di sebelahku dan langsung memelukku. Sedangkan Junot dan Edo hanya berdiri di depanku.
“apaan sih Len?” tanyaku sambil melepas pelukannya, tapi Lena hanya diam.
“aku senang ternyata dia nggak bisa datang karena di Semarang, berarti dia baik-baik saja sekarang!” kataku sambil menarik nafas yang panjang.
”kalau mau nangis, ini saat yang tepat!” kata Junot sambil menyandarkan kepalaku ke badannya, dan air mataku mengalir begitu saja.
”aku belum sempat bilang suka! Aku belum sempat bilang suka!” kataku dan air mataku mengalir lebih deras. Junot hanya membiarkan aku menangis dengan bersandar padanya, dan Edo hanya membelai rambutku, sedangkan Lena ikut menangis. aku takkan pernah melupakan kejadian hari ini................
”ini akan menjadi pelajaran yang berharga untukmu! Agar kamu bisa lebih menghargai dan menyadari perasaan, terutama perasaanmu sendiri.” kata Junot yang menguatkan ku dan takkan ku lupakan kata-katanya itu.
6 Februari 2010
“hei!” sapa seorang pria berbadan tinggi, berisi, dan tegap yang seketika membuyarkan lamunanku.
“makasih kamu sudah meluangkan waktu untuk nemenin aku datang ke reuni SMA ku.” Kataku sambil tersenyum.
“it’s ok. Sudah seharusnya aku datang ke acara reuni SMA calon istriku.” Kata pria itu dengan senyum yang lebar. Ya, dia adalah tunanganku, atau lebih tepatnya calon suamiku. Calon suami yang aku temukan saat aku masih kuliah, pria terbaik yang berhasil mencuri hatiku setelah Erik. Dan bila tidak ada halangan, dua bulan lagi kami akan mengikrarkan janji suci sehidup-semati.
Senyumku memudar saat dari kejauhan mataku menangkap seorang pria jangkung dan kurus yang telah lama menghilang dalam hidupku. Ada perasaan tidak pasti dan membingungkan di dalam hatiku, rasanya ada sesuatu yang memaksa ingin keluar dari tempat persembunyiannya setelah tertidur cukup lama.
“aku ke sana dulu yah, Rob.” Kataku pada Robi sambil menunjuk ke arah madding yang kini sedang asik di baca oleh si pria yang kini mencuri perhatianku.
Dengan bergegas aku menuju madding untuk menghampiri si pria jangkung itu. Jantungku berdetak dengan cepat, banyak kebimbangan yang berkecamuk di dalam hatiku. Perasaan takut dan cemas itu telah hadir kembali, tetapi entah mengapa kali ini ada magnet yang memaksaku untuk menghampirinya.
Ku hentikan langkah kaki ku tepat di depan madding,dan tepat di sebelahnya! Pura-pura ku baca isi madding itu, sesekali melirik ke arahnya. Nampaknya dia tidak menyadari kehadiranku.
“serius amat!” kataku berusaha membuka pembicaraan dan supaya dia menyadari kehadiranku sekarang. Tetapi dia hanya diam dan sibuk membaca madding.
“sombong banget sih?!” kataku dengan nada kesal dan memutuskan untuk melangkah pergi.
Tetapi tiba-tiba dia berkata, “Anak-anak SMA sekarang makin kreatif ya. Dan tulisan yang mereka muat juga makin berbobot.” Sungguh kata-katanya itu menghentikan langkahku dan membuatku menoleh memandangnya yang kini telah tersenyum menatapku.
“dulu kita juga sering berdiri di depan madding seperti inikan?” tanya seorang pria bernama Erik.
“yah, tapi dulu kamu selalu mengejek karya-karya ku yang tertempel di madding ini.” Kataku protes. Tetapi dia hanya tersenyum tanpa membantahku seperti dulu.
Erik benar-benar telah berubah! Rambutnya yang dulu selalu acak-acakan kini telah tertata rapi di Bantu dengan sedikit gel rambut. Tubuhnya yang dulu penuh dengan keringat kini berubah menjadi sangat harum. Dan bila dia dulu selalu menekuk wajahnya, kini dia lebih murah senyum.
“aku kira kamu sudah nggak mau bicara sama aku.” Katanya dengan nada serius.
“apaan sih? Sejak kapan aku nggak mau bicara sama kamu?” Tanyaku bingung.
“entahlah, mungkin setelah kita nggak pernah berbicara senyaman ini. Ketika aku merasa kamu menghindariku.” Katanya.
“hah, bukannya kamu yang menghindariku?” tanyaku tidak terima. Dan kemudian kami berdua terdiam untuk beberapa detik, setelah itu kami berdua hanya saling tersenyum saat menyadari ada sebuah kesalah pahaman besar di sini.
“mana pacarmu? ” tanyaku usil.
“ada di Semarang.” Jawabnya singkat.
“kok nggak kamu ajak ke sini?”
“kamu yang mau bayarin tiket keretanya?” tanyanya nggak kalah usil dan aku hanya bisa nyengir kuda.
“aku dengar kamu sekarang sudah jadi wartawan hebat yah? Dan mau pindah ke Surabaya setelah di rekrut oleh salah satu Koran terbesar di Indonesia ya?”
“kamu selalu aja dapat gossip ter-up date yah.” Katanya.
“nggak nyangka ya kamu jadi wartawan sekarang!”
“kan gara-gara kamu.” Katanya yang berhasil membuatku tersipu malu dan menjadi agak canggung.
“eh, kalau kamu pindah ke Surabaya gimana dengan pacarmu di Semarang? Nggak di boyong ke sini juga?” tanyaku berusaha mengalihkan kecanggunganku.
“tetep bawel yah kamu! Ya, nggak lah! Dia juga memiliki kehidupan yang harus dijalanin di sana!” kata erik.
“oh, ya. Aku sampai lupa.” Kataku seraya mengeluarkan sesuatu dari dalam tas.
“apa ini?” Tanyanya saat aku menyodorkan sebuah booklet kecil berwarna putih yang dililit dengan pita berwarna silver.
“undangan pernikahanku.” Kataku dengan pasti.
“akhirnya seorang wanita yang pernah aku cintai saat SMA menikah lebih dulu.” Kata-kata yang baru saja di ucapkannya membuatku tertegun.
‘Aku Seseorang yang pernah dia cintai saat SMA’ kata-kata itu berputar di otakku dan menyebar ke seluruh tubuhku hingga mengalir ke dalam darahku. Masih tidak dapat ku percayai semua ini. Setelah sekian lama aku bertanya-tanya dan berpikiran serta menafsirkannya sendiri layaknya orang bodoh, kini aku mendapatkan jawaban yang mengejutkan yang selalu berbeda dari perkiraanku.
“seorang? Bukannya gebetanmu banyak saat SMA? Kalau aku hanya satu-satunya yang kamu taksir saat SMA, terus gimana nasibnya si Gita, Vinda, dan si Era?” Tanyaku usil dan penuh rasa ingin tahu.
“ih, si Gita? Aku ogah! Itukan dia yang naksir aku! Kalau si Vinda kan kamu yang jodohin ke aku.”
“kalau si Era? Bukannya kamu pernah nembak dia?” tanyaku menyelidik.
“apa salahnya aku membuka hati ke orang lain, saat seorang yang aku cintai ternyata tidak pernah memandangku.” Kata-katanya itu seperti menamparku.
“tapi si Era ternyata juga menolakku.” Katanya sambil tertawa sendiri dan menggaruk-garuk kepala.
“kamu tuh yang banyak gebetan! Si Junot, Gilbert, Rendra, Andri, dan yang lainnya!” tuduhnya.
“enak aja tuduh orang sembarangan! Aku itu Cuma berteman baik dengan mereka! Aku itu tipenya setia! Aku tuh dulu Cuma suka sama kamu, tapi kamu selalu cuekin aku!” ups, aku keceplosan! Sesuatu yang telah lama tersimpan dan terkunci rapat di dalam kotak hatiku, kini telah keluar.
Kami hanya terdiam dan saling memandang, dan beberapa detik kemudian kami berdua tertawa terbahak-bahak. Ya, kami menyadari betapa bodohnya diri kami. Aku ataupun Erik, saat itu hanya menafsirkan dan menerka-nerka sesuatu yang tak pasti, sesuatu yang renta dan mudah hancur, sesuatu yang bisa melukai dan megobati, dan sesuatu yang telah terlambat dan telah usai sekarang.
“jadi kamu pilih menikah dengan dia atau aku?” goda dengan nada sok serius Erik.
“ya, sama Robi lah!” jawabku dengan mantap dan pasti di sertai dengan sebuah Tawa.
“kita dulu pernah saling mencintai, tetapi sekarang kamu telah memilikinya dan mencintainya.” Katanya sambil menatapku tajam.
Lanjutnya seraya menepuk pundakku, “jadi cintailah dia dengan sepenuh hatimu. Aku doakan kalian bisa bahagia dan cinta kalian abadi selamanya.”
“ok! Thanks banget yah rik! Aku doain hubungan kamu sama pacarmu yang di Semarang bisa awet terus bisa nyusul kita berdua menikah deh, dan cinta kalian abadi selamanya!” kataku bersemangat.
“yeah, I hope I can love her as love you.” Kata-katanya kali ini cukup menggetarkan hatiku.
“hahahaha,… ketipu! Nggak usah merah gitu dong! Kayak kepiting rebus!” kata Erik.
“ah, Erik! siapa yang mukanya merah?” kataku seraya mencubitnya.
“auw, sakit tau! Cubitan monstermu tak pernah berubah yah! Eh, jangan sampai kamu membatalkan pernikahanmu gara-gara kepincut aku!” goda Erik.
“ih, ya nggak mungkinlah!” kataku.
“jangan lupa datang ke pernikahanku, rik!” kataku seraya pergi meninggalkan Erik dan menghampiri si Robi yang kini sedang asik ngobrol dengan ketiga sahabatku saat masih SMA.
“Hei, dari mana aja kamu, Mil?” Tanya Lena.
“habis dari madding tuh, sambil ngobrol sama si Erik.” kataku.
“Erik? kamu sudah ketemu Erik?” Tanya Edo kaget.
“ya, iyalah! Reaksi kalian itu kayak aku habis ketemu setan aja, Len!”
“kamu mau tau sebuah rahasia soal Erik?” Tanya Lena .
“apa?” Tanya ku penasaran.
Kami berempat langsung melingkar seperti bebek yang akan rapat, sedangkan Robi hanya diam melihat tingkahlaku kami yang kayak anak SD itu.
“Erik sengaja pindah kerja ke Surabaya untuk kamu!” bisik Junot dengan sangat pelan hingga si Robi tak bisa mendengar. Sedangkan aku hanya bisa terduduk kaget mendengar rahasia itu, tapi entah mereka mengatakan yang sesungguhnya atau hanya bercanda. Toh apapun yang terjadi, di hatiku kini hanya ada satu orang yaitu Robi.
Karena aku telah berjanji, bila Robi membalas cintaku, akan ku kuatkan hatiku agar aku dapat menjaga dan memupuk cintaku agar tidak pindah ke lain hati, termasuk hati Erik.